Senin, 16 Februari 2009

Membangun Spirit Dakwah Pemuda

“Subbânul-yaum rijâlul-ghad, wa fî yadihim amral-ummah. (pemuda sekarang adalah pemimpin di masa esok, dan ditangannyalah urusan masyarakat). Itulah sepenggal kalimat yang digambarkan oleh syekh Mustafa al-Ghalayini dalam kitabnya “izhah an-nâsi'in.” Kalimat pembuka di atas hendak menyatakan bahwa masa depan suatu masyarakat (ummah) tergantung kepada pemudanya, dengan kata lain, apabila pemudanya amburadul, maka masyarakat pun akan amburadul. Sebaliknya, apabila pemudanya baik dan bermoral maka masyarakat pun akan baik dan bermoral pula.
Di era globalisasi, - diakui atau tidak - para pemuda telah mengalami dekadensi moral yang cukup memprihatinkan. Kebanyakan dari pemuda kini lebih cenderung melakukan hal-hal yang negatif daripada melakukan hal-hal yang positif. Kenakalan remaja/pemuda, narkoba dan free sex adalah beberapa contoh fenomena yang kian berkembang di era modern seperti sekarang ini. Ini tentunya menjadi keprihatinan bersama, karena tanggungjawab berdakwah tidak hanya dibebankan kepada para ulama dan asatid dan tokoh agama saja, akan tetapi merupakan tanggungjawab bersama.
Allah berfirman dalam surat Ali Imrân ayat 104 yang artinya “hendaklah ada diantara kalian orang-orang yang mengajak kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah kepada yang munkar, dan merekalah orang-orang yang beruntung”. Ayat di atas menunjukan bahwa kita sebagai bagian dari ummat diwajibkan ikut ambil bagian dalam memperbaiki tatanan sosial masyarakat. Perintah al-Qur'an ditujukan kepada sebagian komponen ummat, dalam ayat digunakan tanda (min), yang artinya sebagian. Namun sebagian tersebut bersifat umum, hal tersebut mengindikasikan bahwa tanggungjawab sebagai pengajak (da‘i) adalah tanggungjawab siapa saja dari sebagian kita, entah itu remaja, orang tua, laki-laki, dan perempuan. Dan, akan lebih utama lagi pemuda, karena pemuda adalah agen perubahan (agent of change).
Rasulullah Saw. pernah bersabda bahwa kelak di akherat akan ada seorang pemuda yang akan mendapat payung keselamatan saat tak ada payung keselamatan selain payung keselamatan dari Allah (zhillullah). Pemuda tersebut tidak lain adalah pemuda yang selalu menggantungkan hatinya kepada masjid. Kenapa Rasulullah Saw. menyandarkan kata masjid di dalam redaksi hadistnya untuk merujuk kebaikan? tentu ada maksud di balik itu semua. Masjid memang digambarkan dalam al-Qur'an sebagai tempat kebaikan dan tempat untuk memupuk ketaqwaan (ussisa ‘alat-taqwa). Maka, apabila ada pemuda yang senang kepada aktifitas masjid dan selalu menggantungkan jiwa kepada tempat Allah tersebut, maka ia sudah barang tentu akan dicap sebagai seorang yang baik dan bertaqwa.
Lebih lanjut, apabila para pemuda suka dengan masjid, maka insya Allah masyarakat lain pun akan mengikuti. Dan apabila seluruh komponen masyarakat beriman dan bertaqwa kepada Allah, maka keberkahan (kemajuan, kebaikan dan kedamaian) akan turun dari langit dan bumi sesuai janji Allah dalam firmannya “apabila penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa (kepada Allah SWT) niscaya kami akan bukakan pintu keberkahan dari langit dan bumi” (faozan et-tegaly)

0 komentar: