Selasa, 31 Maret 2009

" Manusia Peradaban Profetik"

“ Apa yang Anda lihat adalah apa yang Anda capai “. Demikian perkataan bijak dari Hubert H. Humprey. Manusia terkadang pesimis dengan kondisi dirinya disebabkan rasa minder yang teramat sangat, merasa dirinya tidak mampu menghadapi kehidupan ini, merasa dirinya tidak akan bisa menggapai mimpi-mimpi yang selama ini ia harapkan. Padahal agama kita tidak mengajarkan demikian. Saatnya mental pecundang kita hapuskan dari otak kita. Mengapa? Karena sifat pecundang akan ‘menggerogoti’ motivasi dan optimisme pada diri kita. Manusia seharusnya optimis dalam mengarungi bahtera hidup ini, jangan mudah menyerah dan jangan mudah putus asa karena “Kehidupan kita mengajarkan siapa diri kita” meminjam ungkapan Salman Rusdi.
Oleh karena itu diperlukan sebuah ide/gagasan yang cemerlang untuk bagaimana agar manusia tidak mudah terjebak kepada mental pecundang dan berubah menjadi manusia peradaban profetik. Artinya manusia yang dapat bermanfaat dalam kehidupan peradaban manusia di muka bum ini. Mengapa diperlukan ide cemerlang untuk membangun manusia peradaban profetik? karena seperti kata Victor Hugo bahwa “ ada sesuatu yang lebih kuat dibandingkan militer di dunia ini, dan itu adalah ide yang cemerlang”. Nah, ide cermerlang seperti apa agar manusia mampu dengan percaya diri (tsiqatun nafsi) dan optimis (tafa’ul) untuk menjadi manusia peradaban profetik?.
Pertama, nyalakan ‘lilin’ kehidupan. Maksudnya kita jangan terhanyut ke dalam kegelapan hidup yang terus menerus. Rasa malas, minder, gemar bermaksiat, kebodohan, kejumudan, dan kepicikan pandangan adalah bagian dari kegelapan hidup yang harus di’bakar’ dengan ‘api’ kedisiplinan, optimisme, taubat, kecerdasan, fleksibilitas, dan keluasan pandangan. ‘Lilin’ kehidupan bisa juga diartikan revolusi kehidupan menuju perubahan yang baik. Ketika kita tahu pemerintahan negara kita dipenuhi oleh para koruptor-koruptor busuk yang berakibat kepada kesengsaraan rakyat. Maka tindakan kita sebagai manusia revolusioner adalah berupaya memberikan teladan yang baik kepada masyarakat agar tidak terjebak kepada perilaku korupsi, yaitu dengan cara membudayakan perilaku jujur. Hal ini senada dengan ungkapan “ Instead of blaiming of the darkness why don’t just light up the candle” artinya dari pada kita memaki kegelapan kenapa tidak kita hidupkan lilin.
Kedua, komitmen pada tujuan (constancy of purpose). Tetesan air yang terus menerus akan bisa menghancurkan batu. Karena akhir yang sukses itu lebih penting dar pada awal yang menyenangkan, maka kita harus selalu waspada dan selalu memastikan bahwa rencana yang kita rencanakan bisa berakhir dengan sukses. Kebanyakan orang yang mampu meraih tingkat keberhasilan yang tinggi, biasanya mulai dengan menorganisir segala sesuatu yang dia inginkan ke dalam satu tujuan. Mereka tidak akan bergeser ke hal lain sampai mereka sukses meraih apa yang akan mereka inginkan. Setelah itu, mereka mungkin akan men-setting kembali tjuan-tujuan baru untuk diri mereka sendiri.
Kebanyakan orang akhirnya menyerah ketika mereka menghadapi tantangan yang a lot dan sulit. Mereka berhenti berusaha dan berubah pikiran ketika mereka mengalami kegagalan dalam upaya meraih apa yang mereka inginkan. Inilah yang tepatnya dilakukan oleh banyak orang ketika merea dihadapkan pada situasi yang berlawanan dengan harapan kita. Jika seseorang kehilangan kekuatan tekadnya untuk meraih rencana yang telah ia susun, maka pada hakekatnya dia beresiko kehilangan identitasnya,. Selain kehilangan identitasnya dia juga sama saja telah menipu dirinya sendiri. Karena seperti kata Greville bahwa tipuan yang paling banyak diterima seseorang ialah dari dirinya sendiri.
Ketiga, berlaku bijak. Ketika kita dihadapkan kepada sebuah permasalahan remeh atau pelik, dan kita ingin memecahkan permasalahan tersebut yang menurut kita adalah solusi yang terbaik, maka itu sebenarnya adalah buah dari pikiran kita. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Sunan Bonang, beliau mengatakan : “ Jika engkau bijak, akan engkau saksikan perkara remeh dan pelik di sekelilingmu tak lain adalah buah dari pikiranmu juga.” Memang gampang-gamapang susah untuk bisa menjadi manusia yang bijak, walaupun manusia sudah banyak mengarungi asam garam kehidupan tapi belum tentu dia itu bisa berlaku bijak dalam memecahkan masalah ataupun dalam berkata. Padahal sebenarnya kita mampu untuk berlaku bijak asalkan kita punya kemauan yang dalam dan yang terpenting adalah mampu mengikis ego kita yang berlebihan. Ungkapan bijak mengatakan “ You are what you are “ artinya kita akan lebih daripada keadaan kita sendiri.”
Keempat, berani mengalah. Sikap ini harus tertanam dalam dalam hati kita. Ketika kita dihadapkan kepada kenyataan yang berlawanan dengan harapan kita, bahkan kenyataan itu berusaha menyingkirkan kita dalam kompetisi kehidupan, maka sikap berani mengalah sangat kita perlukan. Karena dengan sikap berani mengalah itulah jalan menuju kemenangan dan ketangguhan akan terbuka lebar dan akan memperoleh keunggulan. Hal ini senada dengan bunyi syair tembang jawa : “Dedalane guna kalawan sakti wani ngalah duwur wekasane” artinya jalan menuju kemenangan dan ketangguhan ialah sikap berani mengalah namun akhirnya memperoleh keunggulan.
Kelima, tidak hanyut dalam arus. Sikap berani mengalah yang saya maksud di atas tidak juga berarti kita akhirnya hanyut dalam arus. Artinya kita tidak boleh hanyut dalam arus zaman yang menyeret kita kepada kehancuran moral dan spiritual dan mengikuti hawa nafsu yang dapat merendahkan derajat kita sebagai manusia di hadapan Allah. Justru kita harus mampu membuat langkah revolisioner untuk perubahan positif, yaitu menerangi kegelapan zaman atau peradaban yang sudah dipenuhi sekulerisme, kapitalisme, hedonisme dan sebagainya. Oleh karena itu jauh-jauh sebelumnya Muhammad Iqbal, Sang pemikir besar dari Pakistan, pernah mengingatkan kita : “Orang muslim tidak diciptakan untuk hanyut dalam arusm, membebek ajakan nafsu manusia kemana hendak pergi. Tapi diciptakan untuk memberikan pengarahan kepada dunia peradaban manusia.”
Salah satu media atau cara untuk memberikan pengarahan kepada dunia peradaban manusia adalah dengan aktvitas menulis. Aktfitas menulis terkadang dianggap hal yang remeh, padahal banyak manfaat yang kita dapat dengan melakukan aktiitas menulis entah itu di buku diary, surat kabar, dan buku. Salah satunya adalah dapat mencerdaskan otak kita yang selalu bergulat dengan berbagai permasalahan yang di tuangkan ke dalam tulisan. Selain itu juga dengan menulis kita akan tetap eksis dan selalu diingat dalam masyarakat dan pusaran sejarah. Makanya pantas kalau Pramodya Ananta Tour pernah mengatakan : “ Menulislah! Selama engkau tidak menulis, engkau akan hilang dari dalam masyarakat dan pusaran sejarah.”
Keenam. bersandar pada tanda-tanda zaman. Maksudnya kita harus punya tongkat pegangan yang menuntun kita dalam mengarungi kehidupan zaman. Kehidupan zaman seperti sekarang ini walaupun teknologi mutakhir sudah diciptakan, dan arus modernisme begitu kental serta telah mengubah paradigma kehidupan manusia namun jangkar transcendental telah begitu kering. Manusia modern sekarang ini begitu bangga mengagung-agungkan akal/otaknya atas penemuan yang sudah ia lakukan namun ternyata sudah lupa di balik semua kemegahan modernisme, manusia telah lupa akan segala keagungan Allah SWT. Manusia telah arogan atau angkuh dengan segala hal dimilikinya untuk menghancurkan manusia lain. Oleh karena itu dengan melihat tanda-tanda zaman ini, maka kita perlu bersandar sebagai evaluasi agar kita tudak salah bertindak.
Imam Ali Ra pernah mengingatkan kita : “Siapa yang merasa aman menghadapi zaman, zaman akan menipunya. Siapa yang tinggi menghadaoinya, ia akan merendahkannya. Siap yang bersandar pada tanda-tanda zaman, zaman akan manyelamatkannya.“ Masih berkaitan dengan itu Ali Ridlo, cucu Ali Ra juga pernah mengatakan : “ Manusia mencela zaman, padahal tak ada cela pada zaman selain pada diri kita, kita kecam zaman, padahal kecaman itu ada pada diri kita. Sekiranya zaman dapat berkata, ia akan menggugat kita.”.
Dari perkataan Ali ra dan cucunya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kita perlu bersandar kepada tanda-tanda zaman sebagai bahan muhasabah/evaluasi, setelah itu kita harus mampu memberikan pengarahan dan perubahan dalam rangka memperbaiki peradaban manusia yang sudah ‘berkubang’ dengan ‘lumpur-lumpur’ kemunafikan, sekulerisme, rasionalisme, hedonisme dan isme-isme yang lain yang mengarah kepada kekeringan ‘sumur’ spiritualisme agama dan kehilangan jangkar transendental. Degradasi dan dekadensi moral sudah begitu nyata dipertontonkan dihadapan kita sehari-hari, seperti : free sex, pergaulan bebas, Narkoba, perjudian, pemerkosaan, pembunuhan, perampokan, bunuh diri, korupsi, pelacuran/prostitusi dan sebagainya.
Semoga apa yang saya paparkan di atas bisa terwujud apa yang dinamakan MANUSIA PERADABAN PROFETIK.Wallahu a'lam (torro "Vanjava")